Minggu, 01 Januari 2017

Perusahaan Keluhkan Kualitas Mahasiswa Magang FDK




Dekan FDK mengaku pihaknya sudah meminta prodi-prodi yang ada untuk mengontrol dan mengevaluasi mahasiswa magang, bahkan ia meminta untuk membuat MOU dengan perusahaan terkait. Akan tetapi selama ini tidak ada laporan dari beberapa prodi yang bersangkutan “semuanya saya tidak tau, tidak ada laporan,” Ujarnya
Beberapa perusahaan media yang menjadi lokasi magang sebagian besar mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Ampel (UINSA), mengungkapkan adanya masalah dalam proses pengajuan mahasiswa magang. Hal itu diungkap salah satu dewan redaksi tabloid Nurani, M. Khozin. Dalam penuturannya, prosedur yang seharusnya menggunakan pengajuan secara resmi dari fakultas maupun jurusan terkait, nyatanya fakultas dakwah maupun jurusan terkait tidak melakukan koordinasi secara formal. “nah itu rupanya sama pihak fakultas atau jurusan tidak diperhatikan dengan baik,” tutur Khozin dengan lugas.
Sebagai langkah kerja sama, menurut Khozin, seharusnya pihak fakultas maupun jurusan yang menaungi mahasiswa terkait, mendatangi perusahaan yang dituju untuk melakukan koordinasi kerjasama. Selama ini, kata Khozin, mahasiswa hanya membuat sendiri pengajuanya, “selama ini mereka mungkin bikin sendiri atau bagaimana?,” Ujarnya. Bahkan seandainya hal tersebut diperhatikan dengan baik oleh jurusannya, kata Khozin, tentu pihaknya akan menyiapkan dengan baik pula, “orang datang dengan serius dengan persiapan yang matang dengan yang asal-asalan itu kan beda,” lanjutnya.
Kaprodi KPI, Anis Bachtiar mengungkapkan bahwa pihaknya memang meminta mahasiswa yang akan magang untuk datang langsung pada perusahaan yang akan ditempati, setelah dipastikan diterima di perusahaan terkait, pihaknya baru akan memberikan surat. “lalu kita bikinkan surat,” Ungkapnya
Dalam pedoman magang mahasiswa prodi KPI pada bab tiga poin satu, tertulis bahwa, pada tahap awal magang harus melakukan observasi lapangan, sekaligus melaksanakan pengajuan kerja sama dengan instansi terkait sesuai dengan konsentrasi yang dipilih. Namun keterangan tersebut tidak menjelasan apakah pada tahap observasi tersebut didampingi oleh dosen atau hanya mahasiswa yang bersangkutan.
Terkait permasalahan tersebut, Dekan FDK,  Roro Suhartini mengakui adanya prodi yang memang menyerahkan secara penuh pada mahasiswa magang untuk mencari sendiri perusahaan yang akan ditempati. Akan tetapi, lanjut dia, seharusnya secara etika perusahaan tersebut harus dikunjungi, “Tanya itu prodi kenapa begitu?,” cetusnya.
Selama ini, surat pengantar dari dekan maupun prodi yang seharusnya diajukan sebelum mahasiswa mengajukan proposal magang diakui redaktur Nurani, M Khozin, jarang sekali diterima oleh pihak Nurani. Padahal, lanjut Khozin, surat pengantar tersebut seharusnya memuat gambaran tentang proses mahasiswa selama magang. Hal itu membuat pihak Nurani merasa bingung dalam menentukan arah pembelajaran mahasiswa magang, “lah kalau kita gak dikasih gambaran, terus anak ini mau diapain?, maunya kesini ngapain?,” ungkap Khozin dengan wajah bingung.
Berbeda dengan Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Khozin menuturkan, mahasiswa yang berasal dari Institusi tersebut mendapat absensi setiap hari, bahkan sudah disipakan blangkonya, target pertemuan hingga jumlah pertemuannya pun sangat jelas. “dan itu harus ditandatangani oleh pembimbing di sini,” jelasnya.
Keluhkan Kesiapan Mahasiswa Magang
            Bukan hanya masalah prosedur, kualitas mahasiswa magangpun dikeluhkan oleh beberapa perusahaan media. di Nurani, beberapa mahasiswa FDK dari Prodi KPI yang magang tempat tersebut kerap kali bolos dalam beberapa pertemuan, Khozin mengungkapkan bahwa kinerja beberapa mahasiswa magang tersebut kurang maksmial, pasalnya dari satu kelompok mahasiswa magang tersebut tidak semuanya hadir, melainkan hanya diwakilkan oleh teman kelompoknya. Bahkan yang hadir kata Khozin, hanya dua hingga satu orang.
 “kan ndak bisa begitu, magang wartawan kok kelompok, mana ada, kerja jurnalistik itu ya personal,  ini kerjo bareng-bareng iku jenenge rombongan, iki duduk praktek tata boga ini mas (kerja bersama-sama itu namanya rombongan, ini bukan praktek tata boga mas-red),” ungkapnya dengan tegas.
Bahkan yang lebih mengejutkan lagi, Khozin menjelaskan dirinya mendapati enam mahasiswa magang yang tercatat di tempatnya,  yang hadir di kantornya hanya dua orang, dan sisanya tidak pernah hadir hingga akhir pertemuan, “ya otomatis tidak saya kasih nilai”. Tegas dia
Secara kualitas menurut Khozin, mahasiswa Fakultas Dakwah masih kalah dibandingkan mahasiswa dari institusi lain, padahal, lanjut Khozin, tabloid Nurani tersebut segmentasinya sudah jelas mengarah pada keagamaan, seharusnya mahasiswa UINSA sudah menguasinya di luar kepala. “berbicara isu keislaman, pendidikan islam, model islami, kesehatan, itu kan ada, dan narasumbernya punya, mestinya kemampuan itu dimiliki teman-teman,” ujarnya
Khozin juga menyatakan kebingungannya terhadap mahasiswa magang, apakah mahasiswa tersebut memang tidak bisa menulis atau memang pada dasarnya mahasiswa tersebut tidak ingin menulis. Hal tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya menurut Khozin, pada tahun 2014 yang lalu terdapat mahasiswa yang mengaku tidak paham dengan jurusannya sendiri. “saya ini dari pada ngak masuk mas, ya terpaksa saya ambil dakwah, nggak ngerti saya kpi mas,” tutur Khozin menirukan ucapan mahasiswa tersebut.
Tetapi menurut redaktur tabloid Nurani tersebut, adanya keseriusan dari mahasiswa magang tersebut sudah menjadi nilai tersendiri baginya. akan tetapi, lanjut dia, jika dari awal sudah tidak serius, kata Khozin, maka bisa di pastikan seterusnya tidak akan serius. “bisa di hitung naskahnya teman-teman yag di muat di kita bisa di hitung,” tutur dia
Senada dengan Khozin, dewan redaksi SBO TV, Fanny Firmansyah juga mengatakan hal yang sama, bahwa mahasiswa magang dari UINSA cenderung kurang siap dan sangat minim akan pengetahuan tentang media, “ya temen-temen magang itu datang dengan ketidak tahuan,” ungkapnya
lebih lanjut Fanny menuturkan, seharusnya pihak kampus harus mempersiapkan mahasiswa magang dengan pembekalan, lebih dari itu ia juga mengakui tidak adanya pembekalan dari institusi terkait kepada mahasiswa magang, “seharusnya ada pembekalan,” ungkapnya. Fanny juga mengatakan bahwa, kampus seharusnya mengetahui kinerja masing-masing media yang akan di tempati magang oleh mahasiswanya, “maka kampus harus tau apa yang di hadapi di media tersebut,” lanjutnya.
hal tersebut menurut fanny penting untuk di lakukan, mengingat di masing-masing media mempunyai beban dan pembelajaran yang tidak sama, bahkan Fanny mengungkapkan ia sering kali tidak melibatkan mahasiswa UINSA menggunakan Hi-Tech broadcasting ketika siaran Televisi berlangsung “karena memang mereka tidak tau, yang kedua butuh sekolah, yang ketiga mereka tidak siap On Came Camera,” tutur Alumnus Uinsa tersebut.
lebih lanjut, Fanny menceritakan bahwa mahasiswa Uinsa yang magang di tempatnya sering kali tidak mempunyai pandangan terkait apa yang harusnya ia pelajari, “wong mereka ndak tau mau kemana,” cetusnya. Fanny melanjutkan, ketika Human Resources Development (HRD) menawarkan mahasiswa magang kepada para produser, sering ia tolak lantaran di anggap membuat kinerja semakin tidak efektif, “bukan soal tidak mau minterin, tapi malah ngeribetin akan menjadi masalah,” kata Fanny.
Fanny juga mengungkapkan bahwa harusnya jurusan terkait menyiapkan mahasiswanya yang akan magang, bahkan ia mencurigai bahwa pihak Uinsa tidak melakukan pembekalan kepada mahasiswanya “itu saya jadi curiga, kampus tidak punya upaya untuk minterin hanya, ya menggugurkan sebuah kewajiban,” tutur dia dengan wajah  curiga.
Dalam proses magang seharusnya pihak terkait memberikan arahan kepada mahasiswanya, Fanny mengakui selama beberapa tahun menerima mahasiswa magang, belom ada kejelasan secara pasti mengenai spesifikasi magang mahasiswa Uinsa dari pihak terkait, “itu tidak di siapkan itu juga sangat bermasalah, karena keilmuannya akan menjadi tidak pas ketika seorang magang itu berada di jalur yang tidak di sukai,” ungkapnya.
Tidak adanya pengecekan dosen DPL
Selain masalah-masalah tersebut, intensitas pengecekan dari dosen pembimbing lapangan (DPL) juga menambah daftar masalah yang di keluhkan beberapa perusahaan,  di SBO sendiri Fanny mengakui bahwa dirinya tidak pernah bertemu dengan dosen pembimbing lapangan di tempat mahasiswa magang, “itu yang saya tidak tau, saya tidak pernah bertemu dosennya disini,” ungkapnya.
 justru, kata Fanny, yang sering ia temui adalah guru-guru pelajar dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau ia sebut Grade two, “itu yang sering malah yang datang guru-guru mereka, karena memang mereka disiapkan untuk bekerja,” Ujarnya
Hal tersebut juga di amini oleh Saifuddin Zuhri, pria yang kerap di panggil didin tersebut mengakui bahwa di Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur, sangat jarang sekali ada pemantauan dari dosen pembimbing lapangan (DPL) dari mahasiswa terkait, “artinya kalau kinerjanya jelek di tempat magang, perguruan tinggi tidak tau, karena dia tidak pernah memantau,” Ungkap dosen Uinsa tersebut
Selain itu didin juga mengatakan bahwa dosen-dosen dari mahasiswa terkait, jarang sekali melakukan pemantauan, kalau pun ada, kata didin, itu hanya di akhir dan  bersifat komunikasi saja. “karena gini, kalau kita ini tidak pernah memantau itu juga namanya tidak pernah membangun komunikasi dengan pihak terkait, sebaiknya memang harus di selesaikan,” ujar didin dengan nada pelan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar