Dekan
FDK mengaku pihaknya sudah meminta prodi-prodi yang ada untuk mengontrol dan
mengevaluasi mahasiswa magang, bahkan ia meminta untuk membuat MOU dengan
perusahaan terkait. Akan tetapi selama ini tidak ada laporan dari beberapa
prodi yang bersangkutan “semuanya saya tidak tau, tidak ada laporan,” Ujarnya
Beberapa perusahaan media yang menjadi lokasi magang
sebagian besar mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Ampel
(UINSA), mengungkapkan adanya masalah dalam proses pengajuan mahasiswa magang.
Hal itu diungkap salah satu dewan redaksi tabloid Nurani, M. Khozin. Dalam
penuturannya, prosedur yang seharusnya menggunakan pengajuan secara resmi dari
fakultas maupun jurusan terkait, nyatanya fakultas dakwah maupun jurusan
terkait tidak melakukan koordinasi secara formal. “nah itu rupanya sama pihak
fakultas atau jurusan tidak diperhatikan dengan baik,” tutur Khozin dengan
lugas.
Sebagai langkah kerja sama, menurut Khozin, seharusnya pihak
fakultas maupun jurusan yang menaungi mahasiswa terkait, mendatangi perusahaan
yang dituju untuk melakukan koordinasi kerjasama. Selama ini, kata Khozin,
mahasiswa hanya membuat sendiri pengajuanya, “selama ini mereka mungkin bikin
sendiri atau bagaimana?,” Ujarnya. Bahkan seandainya hal tersebut diperhatikan
dengan baik oleh jurusannya, kata Khozin, tentu pihaknya akan menyiapkan dengan
baik pula, “orang datang dengan serius dengan persiapan yang matang dengan yang
asal-asalan itu kan beda,” lanjutnya.
Kaprodi KPI, Anis Bachtiar mengungkapkan bahwa pihaknya
memang meminta mahasiswa yang akan magang untuk datang langsung pada perusahaan
yang akan ditempati, setelah dipastikan diterima di perusahaan terkait,
pihaknya baru akan memberikan surat. “lalu kita bikinkan surat,” Ungkapnya
Dalam pedoman magang mahasiswa prodi KPI pada bab tiga poin
satu, tertulis bahwa, pada tahap awal magang harus melakukan observasi lapangan,
sekaligus melaksanakan pengajuan kerja sama dengan instansi terkait sesuai
dengan konsentrasi yang dipilih. Namun keterangan tersebut tidak menjelasan
apakah pada tahap observasi tersebut didampingi oleh dosen atau hanya mahasiswa
yang bersangkutan.
Terkait permasalahan tersebut, Dekan FDK, Roro Suhartini mengakui adanya prodi yang
memang menyerahkan secara penuh pada mahasiswa magang untuk mencari sendiri
perusahaan yang akan ditempati. Akan tetapi, lanjut dia, seharusnya secara
etika perusahaan tersebut harus dikunjungi, “Tanya itu prodi kenapa begitu?,”
cetusnya.
Selama ini, surat pengantar dari dekan maupun prodi yang
seharusnya diajukan sebelum mahasiswa mengajukan proposal magang diakui
redaktur Nurani, M Khozin, jarang sekali diterima oleh pihak Nurani. Padahal,
lanjut Khozin, surat pengantar tersebut seharusnya memuat gambaran tentang
proses mahasiswa selama magang. Hal itu membuat pihak Nurani merasa bingung
dalam menentukan arah pembelajaran mahasiswa magang, “lah kalau kita gak dikasih
gambaran, terus anak ini mau diapain?, maunya kesini ngapain?,” ungkap Khozin
dengan wajah bingung.
Berbeda dengan Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Khozin
menuturkan, mahasiswa yang berasal dari Institusi tersebut mendapat absensi setiap
hari, bahkan sudah disipakan blangkonya, target pertemuan hingga jumlah
pertemuannya pun sangat jelas. “dan itu harus ditandatangani oleh pembimbing di
sini,” jelasnya.
Keluhkan Kesiapan Mahasiswa
Magang
Bukan hanya
masalah prosedur, kualitas mahasiswa magangpun dikeluhkan oleh beberapa
perusahaan media. di Nurani, beberapa mahasiswa FDK dari Prodi KPI yang magang
tempat tersebut kerap kali bolos dalam beberapa pertemuan, Khozin mengungkapkan
bahwa kinerja beberapa mahasiswa magang tersebut kurang maksmial, pasalnya dari
satu kelompok mahasiswa magang tersebut tidak semuanya hadir, melainkan hanya
diwakilkan oleh teman kelompoknya. Bahkan yang hadir kata Khozin, hanya dua
hingga satu orang.
“kan ndak bisa
begitu, magang wartawan kok kelompok, mana ada, kerja jurnalistik itu ya
personal, ini kerjo bareng-bareng iku jenenge rombongan, iki duduk praktek tata boga
ini mas (kerja bersama-sama itu namanya rombongan, ini bukan praktek tata
boga mas-red),” ungkapnya dengan tegas.
Bahkan yang lebih mengejutkan lagi, Khozin menjelaskan
dirinya mendapati enam mahasiswa magang yang tercatat di tempatnya, yang hadir di kantornya hanya dua orang, dan
sisanya tidak pernah hadir hingga akhir pertemuan, “ya otomatis tidak saya
kasih nilai”. Tegas dia
Secara kualitas menurut Khozin, mahasiswa Fakultas Dakwah
masih kalah dibandingkan mahasiswa dari institusi lain, padahal, lanjut Khozin,
tabloid Nurani tersebut segmentasinya sudah jelas mengarah pada keagamaan,
seharusnya mahasiswa UINSA sudah menguasinya di luar kepala. “berbicara isu
keislaman, pendidikan islam, model islami, kesehatan, itu kan ada, dan
narasumbernya punya, mestinya kemampuan itu dimiliki teman-teman,” ujarnya
Khozin juga menyatakan kebingungannya terhadap mahasiswa
magang, apakah mahasiswa tersebut memang tidak bisa menulis atau memang pada
dasarnya mahasiswa tersebut tidak ingin menulis. Hal tersebut bukan tanpa
alasan, pasalnya menurut Khozin, pada tahun 2014 yang lalu terdapat mahasiswa
yang mengaku tidak paham dengan jurusannya sendiri. “saya ini dari pada ngak
masuk mas, ya terpaksa saya ambil dakwah, nggak ngerti saya kpi mas,” tutur
Khozin menirukan ucapan mahasiswa tersebut.
Tetapi menurut redaktur tabloid Nurani tersebut, adanya
keseriusan dari mahasiswa magang tersebut sudah menjadi nilai tersendiri baginya.
akan tetapi, lanjut dia, jika dari awal sudah tidak serius, kata Khozin, maka
bisa di pastikan seterusnya tidak akan serius. “bisa di hitung naskahnya
teman-teman yag di muat di kita bisa di hitung,” tutur dia
Senada dengan Khozin, dewan redaksi SBO TV, Fanny Firmansyah
juga mengatakan hal yang sama, bahwa mahasiswa magang dari UINSA cenderung
kurang siap dan sangat minim akan pengetahuan tentang media, “ya temen-temen
magang itu datang dengan ketidak tahuan,” ungkapnya
lebih lanjut Fanny menuturkan, seharusnya pihak kampus harus
mempersiapkan mahasiswa magang dengan pembekalan, lebih dari itu ia juga
mengakui tidak adanya pembekalan dari institusi terkait kepada mahasiswa
magang, “seharusnya ada pembekalan,” ungkapnya. Fanny juga mengatakan bahwa,
kampus seharusnya mengetahui kinerja masing-masing media yang akan di tempati
magang oleh mahasiswanya, “maka kampus harus tau apa yang di hadapi di media
tersebut,” lanjutnya.
hal tersebut menurut fanny penting untuk di lakukan, mengingat
di masing-masing media mempunyai beban dan pembelajaran yang tidak sama, bahkan
Fanny mengungkapkan ia sering kali tidak melibatkan mahasiswa UINSA menggunakan
Hi-Tech broadcasting ketika siaran
Televisi berlangsung “karena memang mereka tidak tau, yang kedua butuh sekolah,
yang ketiga mereka tidak siap On Came
Camera,” tutur Alumnus Uinsa tersebut.
lebih lanjut, Fanny menceritakan bahwa mahasiswa Uinsa yang
magang di tempatnya sering kali tidak mempunyai pandangan terkait apa yang
harusnya ia pelajari, “wong mereka ndak tau mau kemana,” cetusnya. Fanny
melanjutkan, ketika Human Resources
Development (HRD) menawarkan mahasiswa magang kepada para produser, sering
ia tolak lantaran di anggap membuat kinerja semakin tidak efektif, “bukan soal
tidak mau minterin, tapi malah ngeribetin akan menjadi masalah,” kata Fanny.
Fanny juga mengungkapkan bahwa harusnya jurusan terkait
menyiapkan mahasiswanya yang akan magang, bahkan ia mencurigai bahwa pihak
Uinsa tidak melakukan pembekalan kepada mahasiswanya “itu saya jadi curiga,
kampus tidak punya upaya untuk minterin hanya, ya menggugurkan sebuah
kewajiban,” tutur dia dengan wajah
curiga.
Dalam proses magang seharusnya pihak terkait memberikan
arahan kepada mahasiswanya, Fanny mengakui selama beberapa tahun menerima
mahasiswa magang, belom ada kejelasan secara pasti mengenai spesifikasi magang
mahasiswa Uinsa dari pihak terkait, “itu tidak di siapkan itu juga sangat
bermasalah, karena keilmuannya akan menjadi tidak pas ketika seorang magang itu
berada di jalur yang tidak di sukai,” ungkapnya.
Tidak adanya pengecekan
dosen DPL
Selain masalah-masalah tersebut, intensitas pengecekan dari
dosen pembimbing lapangan (DPL) juga menambah daftar masalah yang di keluhkan
beberapa perusahaan, di SBO sendiri
Fanny mengakui bahwa dirinya tidak pernah bertemu dengan dosen pembimbing
lapangan di tempat mahasiswa magang, “itu yang saya tidak tau, saya tidak
pernah bertemu dosennya disini,” ungkapnya.
justru, kata Fanny,
yang sering ia temui adalah guru-guru pelajar dari Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) atau ia sebut Grade two, “itu
yang sering malah yang datang guru-guru mereka, karena memang mereka disiapkan
untuk bekerja,” Ujarnya
Hal tersebut juga di amini oleh Saifuddin Zuhri, pria yang
kerap di panggil didin tersebut mengakui bahwa di Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah (KPID) Jawa Timur, sangat jarang sekali ada pemantauan dari dosen
pembimbing lapangan (DPL) dari mahasiswa terkait, “artinya kalau kinerjanya
jelek di tempat magang, perguruan tinggi tidak tau, karena dia tidak pernah
memantau,” Ungkap dosen Uinsa tersebut
Selain itu didin juga mengatakan bahwa dosen-dosen dari
mahasiswa terkait, jarang sekali melakukan pemantauan, kalau pun ada, kata
didin, itu hanya di akhir dan bersifat
komunikasi saja. “karena gini, kalau kita ini tidak pernah memantau itu juga
namanya tidak pernah membangun komunikasi dengan pihak terkait, sebaiknya
memang harus di selesaikan,” ujar didin dengan nada pelan.